Silsilah Marga Batak "Tarombo Batak"

Berikut adalah silsilah marga-marga batak yang berasal dari Si Raja Batak yang disadur dari buku "Kamus Budaya Batak Toba" karangan M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1987. Marga Batak

Silsilah raja batak ini dicoba diterjemahkan dalam bentuk postingan biasa, semoga tidak membingungkan bagi pembaca yang kebetulan ingin mencari asal mula marganya


SI RAJA BATAK mempunyai 2 orang putra, yaitu :


1. GURU TATEA BULAN.


2. RAJA ISOMBAON.


GURU TATEA BULAN

Dari istrinya yang bernama SI BORU BASO BURNING, GURU TATEA BULAN memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri, yaitu :


- Putra :

a. SI RAJA BIAK-BIAK, pergi ke daerah Aceh.

b. TUAN SARIBURAJA.

c. LIMBONG MULANA.

d. SAGALA RAJA.

e. MALAU RAJA.


-Putri :

a. SI BORU PAREME, kawin dengan TUAN SARIBURAJA.

b. SI BORU ANTING SABUNGAN, kawin dengan TUAN SORIMANGARAJA, putra RAJA ISOMBAON.

c. SI BORU BIDING LAUT, juga kawin dengan TUAN SORIMANGARAJA.

d. SI BORU NAN TINJO, tidak kawin (banci).

TATEA BULAN artinya "TERTAYANG BULAN" = "TERTATANG BULAN".

RAJA ISOMBAON (RAJA ISUMBAON)

RAJA ISOMBAON artinya RAJA YANG DISEMBAH. Isombaon kata dasarnya somba (sembah).


Semua keturunan SI RAJA BATAK dapat dibagi atas 2 golongan besar :


a. Golongan TATEA BULAN = Golongan Bulan = Golongan (Pemberi) Perempuan. Disebut juga GOLONGAN HULA-HULA = MARGA LONTUNG.


b. Golongan ISOMBAON = Golongan Matahari = Golongan Laki-laki. Disebut juga GOLONGAN BORU = MARGA SUMBA.


Kedua golongan tersebut dilambangkan dalam bendera Batak (bendera SI SINGAMANGARAJA), dengan gambar matahari dan bulan. Jadi, gambar matahari dan bulan dalam bendera tersebut melambangkan seluruh keturunan SI RAJA BATAK.


SARIBURAJA dan Marga-marga Keturunannya


SARIBURAJA adalah nama putra kedua dari GURU TATEA BULAN. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama SI BORU PAREME dilahirkan marporhas (anak kembar berlainan jenis).

Mula-mula SARIBURAJA kawin dengan NAI MARGIRING LAUT, yang melahirkan putra bernama RAJA IBORBORON (BORBOR). Tetapi kemudian SI BORU PAREME menggoda abangnya SARIBURAJA, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest. 

Setelah perbuatan melanggar adat itu diketahui oleh saudara-saudaranya, yaitu LIMBONG MULANA, SAGALA RAJA, dan MALAU RAJA, maka ketiga saudara tersebut sepakat untuk membunuh SARIBURAJA. 

Akibatnya SARIBURAJA mengembara ke hutan Sabulan meninggalkan SI BORU PAREME yang sedang dalam keadaan hamil. Ketika SI BORU PAREME hendak bersalin, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara, Tetapi di hutan tersebut SARIBURAJA kebetulan bertemu dengan dia.

Tarombo


SARIBURAJA datang bersama seekor harimau betina yang sebelumnya telah dipeliharanya menjadi "istrinya" di hutan itu. Harimau betina itulah yang kemudian merawat serta memberi makan SI BORU PAREME di dalam hutan. SI BORU PAREME melahirkan seorang putra yang diberi nama SI RAJA LONTUNG.

Dari istrinya sang harimau, SARIBURAJA memperoleh seorang putra yang diberi nama SI RAJA BABIAT. Di kemudian hari SI RAJA BABIAT mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka bermarga BAYOANGIN.

Karena selalu dikejar-kejar dan diintip oleh saudara-saudaranya, SARIBURAJA berkelana ke daeerah Angkola dan seterusnya ke Barus.


SI RAJA LONTUNG

Putra pertama dari TUAN SARIBURAJA. Mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu :


- Putra :

a. TUAN SITUMORANG, keturunannya bermarga SITUMORANG.

b. SINAGA RAJA, keturunannya bermarga SINAGA.

c. PANDIANGAN, keturunannya bermarga PANDIANGAN.

d. TOGA NAINGGOLAN, keturunannya bermarga NAINGGOLAN.

e. SIMATUPANG, keturunannya bermarga SIMATUPANG.

f. ARITONANG, keturunannya bermarga ARITONANG.

g. SIREGAR, keturunannya bermarga SIREGAR.


- Putri :

a. SI BORU ANAKPANDAN, kawin dengan TOGA SIHOMBING.

b. SI BORU PANGGABEAN, kawin dengan TOGA SIMAMORA.


Karena semua putra dan putri dari SI RAJA LONTUNG berjumlah 9 orang, maka mereka sering dijuluki dengan nama LONTUNG SI SIA MARINA, PASIA BORUNA SIHOMBING SIMAMORA.


SI SIA MARINA = SEMBILAN SATU IBU.


Dari keturunan SITUMORANG, lahir marga-marga cabang LUMBAN PANDE, LUMBAN NAHOR, SUHUTNIHUTA, SIRINGORINGO, SITOHANG, RUMAPEA, PADANG, SOLIN.

Dari keturunan SINAGA, lahir marga-marga cabang SIMANJORANG, SIMANDALAHI, BARUTU.

Dari keturunan PANDIANGAN, lahir marga-marga cabang SAMOSIR, GULTOM, PAKPAHAN, SIDARI, SITINJAK, HARIANJA.

Dari keturunan NAINGGOLAN, lahir marga-marga cabang RUMAHOMBAR, PARHUSIP, BATUBARA, LUMBAN TUNGKUP, LUMBAN SIANTAR, HUTABALIAN, LUMBAN RAJA, PUSUK, BUATON, NAHULAE.

Dari keturunan SIMATUPANG lahir marga-marga cabang TOGATOROP (SITOGATOROP), SIANTURI, SIBURIAN.

Dari keturunan ARITONANG, lahir marga-marga cabang OMPU SUNGGU, RAJAGUKGUK, SIMAREMARE.

Dari keturunan SIREGAR, lahir marga-marga cabang SILO, DONGARAN, SILALI, SIAGIAN, RITONGA, SORMIN.


SI RAJA BORBOR

Putra kedua dari TUAN SARIBURAJA, dilahirkan oleh NAI MARGIRING LAUT. Semua keturunannya disebut marga BORBOR.


Cucu RAJA BORBOR yang bernama DATU TALADIBABANA (generasi keenam) mempunyai 6 orang putra, yang menjadi asal-usul marga-marga berikut :


1. DATU DALU (SAHANGMAIMA).

2. SIPAHUTAR, keturunannya bermarga SIPAHUTAR.

3. HARAHAP, keturunannya bermarga HARAHAP.

4. TANJUNG, keturunannya bermarga TANJUNG.

5. DATU PULUNGAN, keturunannya bermarga PULUNGAN.

6. SIMARGOLANG, keturunannya bermarga SIMARGOLANG.


Keturunan DATU DALU melahirkan marga-marga berikut :


a. PASARIBU, BATUBARA, HABEAHAN, BONDAR, GORAT.

b. TINENDANG, TANGKAR.

c. MATONDANG.

d. SARUKSUK.

e. TARIHORAN.

f. PARAPAT.

g. RANGKUTI.


Keturunan DATU PULUNGAN melahirkan marga-marga LUBIS dan HUTASUHUT.


LIMBONG MULANA dan Marga-marga Keturunannya


LIMBONG MULANA adalah putra ketiga dari GURU TATEA BULAN. Keturunannya bermarga LIMBONG. Dia mempunyai 2 orang putra, yaitu PALU ONGGANG dan LANGGAT LIMBONG. 

Putra dari LANGGAT LIMBONG ada 3 orang. Keturunan dari putranya yang kedua kemudian bermarga SIHOLE dan keturunan dari putranya yang ketiga kemudian bermarga HABEAHAN. Yang lainnya tetap memakai marga induk, yaitu LIMBONG.


SAGALA RAJA


Putra keempat dari GURU TATEA BULAN. Sampai sekarang keturunannya tetap memakai marga SAGALA.

LAU RAJA dan Marga-marga Keturunannya

LAU RAJA adalah putra kelima dari GURU TATEA BULAN. Keturunannya bermarga MALAU. Dia mempunyai 4 orang putra, yaitu :


a. PASE RAJA, keturunannya bermarga PASE.

b. AMBARITA, keturunannya bermarga AMBARITA.

c. GURNING, keturunannya bermarga GURNING.

d. LAMBE RAJA, keturunannya bermarga LAMBE.


Salah seorang keturunan LAU RAJA diberi nama MANIK RAJA, yang kemudian menjadi asal-usul lahirnya marga MANIK.


TUAN SORIMANGARAJA dan Marga-marga Keturunannya


TUAN SORIMANGARAJA adalah putra pertama dari RAJA ISOMBAON. Dari ketiga putra RAJA ISOMBAON, dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang, yaitu:

a. SI BORU ANTING MALELA (NAI RASAON), putri dari GURU TATEA BULAN.

b. SI BORU BIDING LAUT (NAI AMBATON), juga putri dari GURU TATEA BULAN.

c. SI BORU SANGGUL HAOMASAN (NAI SUANON).


SI BORU ANTING MALELA melahirkan putra yang bernama TUAN SORBA DJULU (OMPU RAJA NABOLON), gelar NAI AMBATON.

SI BORU BIDING LAUT melahirkan putra yang bernama TUAN SORBA DIJAE (RAJA MANGARERAK), gelar NAI RASAON.

SI BORU SANGGUL HAOMASAN melahirkan putra yang bernama TUAN SORBADIBANUA, gelar NAI SUANON.

NAI AMBATON (TUAN SORBA DJULU/OMPU RAJA NABOLON)


Nama (gelar) putra sulung TUAN SORIMANGARAJA lahir dari istri pertamanya yang bernama NAI AMBATON. Nama sebenarnya adalah OMPU RAJA NABOLON, tetapi sampai sekarang keturunannya bermarga NAI AMBATON menurut nama ibu leluhurnya.


NAI AMBATON mempunyai 4 orang putra, yaitu :


a. SIMBOLON TUA, keturunannya bermarga SIMBOLON.

b. TAMBA TUA, keturunannya bermarga TAMBA.

c. SARAGI TUA, keturunannya bermarga SARAGI.

d. MUNTE TUA, keturunannya bermarga MUNTE (MUNTE, NAI MUNTE, atau DALIMUNTE).


Dari keempat marga pokok tersebut, lahir marga-marga cabang sebagai berikut (menurut buku "Tarombo Marga Ni Suku Batak" karangan W. Hutagalung) :


a. Dari SIMBOLON : TINAMBUNAN, TUMANGGOR, MAHARAJA, TURUTAN, NAHAMPUN, PINAYUNGAN. Juga marga-marga BERAMPU dan PASI.

b. Dari TAMBA : SIALLAGAN, TOMOK, SIDABUTAR, SIJABAT, GUSAR, SIADARI, SIDABOLAK, RUMAHORBO, NAPITU.

c. Dari SARAGI : SIMALANGO, SAING, SIMARMATA, NADEAK, SIDABUNGKE.

d. Dari MUNTE : SITANGGANG, MANIHURUK, SIDAURUK, TURNIP, SITIO, SIGALINGGING.


Keterangan lain mengatakan bahwa NAI AMBATON mempunyai 2 orang putra, yaitu SIMBOLON TUA dan SIGALINGGING. SIMBOLON TUA mempunyai 5 orang putra, yaitu SIMBOLON, TAMBA, SARAGI, MUNTE, dan NAHAMPUN.

Walaupun keturunan NAI AMBATON sudah terdiri dari berpuluih-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut (generasi), mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang melarang perkawinan antar sesama marga keturunan NAI AMBATON.

Catatan mengenai OMPU BADA, menurut buku "Tarombo Marga Ni Suku Batak" karangan W. Hutagalung, OMPU BADA tersebut adalah keturunan NAI AMBATON pada sundut kesepuluh.

Menurut keterangan dari salah seorang keturunan OMPU BADA (MPU BADA) bermarga GAJAH, asal-usul dan silsilah mereka adalah sebagai berikut :


a. MPU BADA ialah asal-usul dari marga-marga TENDANG, BUNUREA, MANIK, BERINGIN, GAJAH, dan BARASA.

b. Keenam marga tersebut dinamai SIENEMKODIN (Enem = enam, Kodin = periuk) dan nama tanah asal keturunan MPU BADA pun dinamai SIENEMKODIN.

c. MPU BADA bukan keturunan NAI AMBATON, juga bukan keturunan SI RAJA BATAK dari Pusuk Buhit

d. Lama sebelum SI RAJA BATAK bermukim di Pusuk Buhit, OMPU BADA telah ada di tanah Dairi. Keturunan MPU BADA merupakan ahli-ahli yang trampil (pawang) untuk mengambil serta mengumpulkan kapur barus yang diekspor ke luar negeri selama berabad-abad.

e. Keturunan MPU BADA menganut sistem kekerabatan Dalihan Natolu seperti yang dianut oleh saudara-saudaranya dari Pusuk Buhit yang datang ke tanah Dairi dan Tapanuli bagian barat.

NAI RASAON (RAJA MANGARERAK) : nama (gelar) putra kedua dari TUAN SORIMANGARAJA, lahir dari istri kedua TUAN SORIMANGARAJA yang bernama NAI RASAON. 

Nama sebenarnya ialah RAJA MANGARERAK, tetapi hingga sekarang semua keturunan RAJA MANGARERAK lebih sering dinamai orang NAI RASAON.


RAJA MANGARERAK mempunyai 2 orang putra, yaitu RAJA MARDOPANG dan RAJA MANGATUR. Ada 4 marga pokok dari keturunan RAJA MANGARERAK :


a. Dari RAJA MARDOPANG, menurut nama ketiga putranya, lahir marga-marga SITORUS, SIRAIT, dan BUTAR BUTAR.

b. Dari RAJA MANGATUR, menurut nama putranya, TOGA MANURUNG, lahir marga MANURUNG.


Marga PANE adalah marga cabang dari SITORUS.


NAI SUANON (TUAN SORBADIBANUA) : nama (gelar) putra ketiga dari TUAN SORIMANGARAJA, lahir dari istri ketiga TUAN SORIMANGARAJA yang bernama NAI SUANON. 

Nama sebenarnya ialah TUAN SORBADIBANUA, dan di kalangan keturunannya lebih sering dinamai TUAN SORBADIBANUA.


TUAN SORBADIBANUA mempunyai 2 orang istri dan memperoleh 8 orang putra.

Dari istri pertama (putri SARIBURAJA) :

a. SI BAGOT NI POHAN, keturunannya bermarga POHAN.

b. SI PAET TUA.

c. SI LAHI SABUNGAN, keturunannya bermarga SILALAHI.

d. SI RAJA OLOAN.

e. SI RAJA HUTA LIMA.

Dari istri kedua (BORU SIBASOPAET, putri Mojopahit) :

a. SI RAJA SUMBA.

b. SI RAJA SOBU.

c. TOGA NAIPOSPOS, keturunannya bermarga NAIPOSPOS.


Keluarga TUAN SORBADIBANUA bermukim di Lobu Parserahan - Balige. Pada suatu ketika, terjadi peristiwa yang unik dalam keluarga tersebut. Atas ramalan atau anjuran seorang datu, TUAN SORBADIBANUA menyuruh kedelapan putranya bermain perang-perangan. Tanpa sengaja, mata SI RAJA HUTA LIMA terkena oleh lembing SI RAJA SOBU.  Tarombo Batak

Hal tersebut mengakibatkan emosi kedua istrinya beserta putra-putra mereka masing-masing, yang tak dapat lagi diatasi oleh TUAN SORBADIBANUA. Akibatnya, istri keduanya bersama putra-putranya yang 3 orang pindah ke Lobu Gala-gala di kaki gunung Dolok Tolong sebelah barat.

Keturunana TUAN SORBADIBANUA berkembang dengan pesat, yang melahirkan lebih dari 100 marga hingga dewasa ini.


Keturunan SI BAGOT NI POHAN melahirkan marga dan marga cabang berikut :


a. TAMPUBOLON, BARIMBING, SILAEN.

b. SIAHAAN, SIMANJUNTAK, HUTAGAOL, NASUTION.

c. PANJAITAN, SIAGIAN, SILITONGA, SIANIPAR, PARDOSI.

d. SIMANGUNSONG, MARPAUNG, NAPITUPULU, PARDEDE.


Keturunan SI PAET TUA melahirkan marga dan marga cabang berikut :


a. HUTAHAEAN, HUTAJULU, ARUAN.

b. SIBARANI, SIBUEA, SARUMPAET.

c. PANGARIBUAN, HUTAPEA.


Keturunan SI LAHI SABUNGAN melahirkan marga dan marga cabang berikut :


a. SIHALOHO.

b. SITUNGKIR, SIPANGKAR, SIPAYUNG.

c. SIRUMASONDI, RUMASINGAP, DEPARI.

d. SIDABUTAR.

e. SIDABARIBA, SOLIA.

f. SIDEBANG, BOLIALA.

g. PINTUBATU, SIGIRO.


h. TAMBUN (TAMBUNAN), DOLOKSARIBU, SINURAT, NAIBORHU, NADAPDAP, PAGARAJI, SUNGE, BARUARA, LUMBAN PEA, LUMBAN GAOL.


Keturunan SI RAJA OLOAN melahirkan marga dan marga cabang berikut :


a. NAIBAHO, UJUNG, BINTANG, MANIK, ANGKAT, HUTADIRI, SINAMO, CAPA.

b. SIHOTANG, HASUGIAN, MATANIARI, LINGGA, MANIK.

c. BANGKARA.

d. SINAMBELA, DAIRI.

e. SIHITE, SILEANG.

f. SIMANULLANG.


Keturunan SI RAJA HUTA LIMA melahirkan marga dan marga cabang berikut :


a. MAHA.

b. SAMBO.

c. PARDOSI, SEMBIRING MELIALA.


Keturunan SI RAJA SUMBA melahirkan marga dan marga cabang berikut :


a. SIMAMORA, RAMBE, PURBA, MANALU, DEBATARAJA, GIRSANG, TAMBAK, SIBORO.

b. SIHOMBING, SILABAN, LUMBAN TORUAN, NABABAN, HUTASOIT, SITINDAON, BINJORI.

Keturunan SI RAJA SOBU melahirkan marga dan marga cabang berikut :

a. SITOMPUL.

b. HASIBUAN, HUTABARAT, PANGGABEAN, HUTAGALUNG, HUTATORUAN, SIMORANGKIR, HUTAPEA, LUMBAN TOBING, MISMIS.


Keturunan TOGA NAIPOSPOS melahirkan marga dan marga cabang berikut :


a. MARBUN, LUMBAN BATU, BANJARNAHOR, LUMBAN GAOL, MEHA, MUNGKUR, SARAAN.

b. SIBAGARIANG, HUTAURUK, SIMANUNGKALIT, SITUMEANG.


DONGAN SAPADAN (TEMAN SEIKRAR, TEMAN SEJANJI)


Dalam masyarakat Batak, sering terjadi ikrar antara suatu marga dengan marga lainnya. Ikrar tersebut pada mulanya terjadi antara satu keluarga dengan keluarga lainnya atau antara sekelompok keluarga dengan sekelompok keluarga lainnya yang marganya berbeda. 


Mereka berikrar akan memegang teguh janji tersebut serta memesankan kepada keturunan masing-masing untuk tetap diingat, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan setia.  Walaupun berlainan marga, tetapi dalam setiap marga pada umumnya ditetapkan ikatan, agar kedua belah pihak yang berikrar itu saling menganggap sebagai dongan sabutuha (teman semarga). 


Konsekuensinya adalah bahwa setiap pihak yang berikrar wajib menganggap putra dan putri dari teman ikrarnya sebagai putra dan putrinya sendiri. Kadang-kadang ikatan kekeluargaan karena ikrar atau padan lebih erat daripada ikatan kekeluargaan karena marga. Karena ada perumpamaan Batak mengatakan sebagai berikut :


"Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang;

"Togu nidok ni uhum, toguan nidok ni padan"

artinya :


"Teguh akar bambu, lebih teguh akar rumput;

"Teguh ikatan hukum, lebih teguh ikatan janji"


Masing-masing ikrar tersebut mempunyai riwayat tersendiri. Marga-marga yang mengikat ikrar antara lain adalah :


a. MARBUN dengan SIHOTANG.

b. PANJAITAN dengan MANULLANG.

c. TAMPUBOLON dengan SITOMPUL.

d. SITORUS dengan HUTAJULU - HUTAHAEAN - ARUAN.

e. NAHAMPUN dengan SITUMORANG.


1. Selain PANE, marga-marga cabang lainnya dari SITORUS adalah BOLTOK dan DORI.

2. Marga-marga PANJAITAN, SILITONGA, SIANIPAR, SIAGIAN, dan PARDOSI tergabung dalan suatu punguan (perkumpulan) yang bernama TUAN DIBANGARNA. Menurut yang saya ketahui, dahulu antar seluruh marga TUAN DIBANGARNA ini tidak boleh saling kawin. Tetapi entah kapan ada perjanjian khusus antara marga SIAGIAN dan PANJAITAN, bahwa sejak saat itu antar mereka (kedua marga itu) boleh saling kawin.


3. Marga SIMORANGKIR adalah salah satu marga cabang dari PANGGABEAN. Marga-marga cabang lainnya adalah LUMBAN RATUS dan LUMBAN SIAGIAN.

4. Marga PANJAITAN selain mempunyai ikatan janji (padan) dengan marga SIMANULLANG, juga dengan marga-marga SINAMBELA dan SIBUEA.

5. Marga SIMANJUNTAK terbagi 2, yaitu HORBOJOLO dan HORBOPUDI. Hubungan antara kedua marga cabang ini tidaklah harmonis alias bermusuhan selama bertahun-tahun, bahkan sampai sekarang. (mereka yang masih bermusuhan sering dikecam oleh batak lainnya dan dianggap batak bodoh)

6. TAMPUBOLON mempunyai putra-putra yang bernama BARIMBING, SILAEN, dan si kembar LUMBAN ATAS & SIBULELE. Nama-nama dari mereka tersebut menjadi nama-nama marga cabang dari TAMPUBOLON (sebagaimana biasanya cara pemberian nama marga cabang pada marga-marga lainnya).

7. Pada umumnya, jika seorang mengatakan bahwa dia bermarga SIAGIAN, maka itu adalah SIAGIAN yang termasuk TUAN DIBANGARNA, bukan SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari SIREGAR ataupun LUMBAN SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari PANGGABEAN

8. Marga SIREGAR, selain terdapat di suku Batak Toba, juga terdapat di suku Batak Angkola (Mandailing). Yang di Batak Toba biasa disebut "Siregar Utara" sedangkan yang di Batak Angkola (Mandailing) biasa disebut "Siregar Selatan".

9. Marga-marga TENDANG, BUNUREA, MANIK, BERINGIN, GAJAH, BARASA, NAHAMPUN, TUMANGGOR, ANGKAT, BINTANG, TINAMBUNAN, TINENDANG, BARUTU, HUTADIRI, MATANIARI, PADANG, SIHOTANG, dan SOLIN juga terdapat di suku Batak Pakpak (Dairi).

10. Di suku Batak Pakpak (Dairi) :


a. BUNUREA disebut juga BANUREA.

b. TUMANGGOR disebut juga TUMANGGER.

c. BARUTU disebut juga BERUTU.

d. HUTADIRI disebut juga KUDADIRI.

e. MATANIARI disebut juga MATAHARI.

f. SIHOTANG disebut juga SIKETANG.


11. Marga SEMBIRING MELIALA juga terdapat di suku Batak Karo. SEMBIRING adalah marga induknya, sedangkan MELIALA adalah salah satu marga cabangnya.

12. Marga DEPARI juga terdapat di suku Batak Karo. Marga tersebut juga merupakan salah satu marga cabang dari SEMBIRING.

13. Jangan keliru (bedakan) :

a. SITOHANG dengan SIHOTANG.

b. SIADARI dengan SIDARI.

c. BUTAR BUTAR dengan SIDABUTAR.

d. SARAGI (Batak Toba) dengan SARAGIH (Batak Simalungun).


14. Entah kebetulan atau barangkali memang ada kaitannya, marga LIMBONG juga terdapat di suku Toraja.

15. Marga PURBA juga terdapat di suku Batak Simalungun.


Pusing juga mengikuti tarombo batak ini, semoga anda tidak ikut pusing

Horas!


NB: Kalau ada kesalahan mohon dikoreksi, karena saya juga tidak begitu paham.

Share:

Budaya Batak “Dalihan Na Tolu”

Apa Artinya Dalihan Na Tolu Dalam Budaya Batak Toba

Dalihan Na Tolu terdiri dari 3 suku kata  yang berasal dari bahasa Batak Toba, yakni: Dalihan ( Tungku ), Na ( ke ) dan Tolu ( tiga ) yang diartikan Tungku yang memiliki 3 dasar penopang.

"Dalihan Na Tolu"sangat terkenal dan dibudayakan turun temurun di adat dan budaya Batak Toba. Yang memiliki makna tiga dasar dalam kehidupan sosial dan budaya yang harus di amalkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam adat istiadat orang Batak Toba, juga sub Batak Lainnya yang mungkin bahasanya berbeda sedikit.

Dalihan Na Tolu merupakan bentuk perumpamaan dalam menjalani kehidupan sehari-hari baik dalam bentuk sosial taupun budaya dan adat masyarakat batak yang didasari 3 asas pokok dasar yang dikenal dengan 3 istilah, yaitu Somba Marhula-hula, Manat Mardongan Tubu dan Elek Marboru.

Berikut  3 istilah yg terdapat di dalam Dalihan Natolu lengkap dengan Implementasinya.


1. Somba Marhula-hula = Sembah Kepada Pihak Marga Istri

Somba artinya sembah / hormat / junjung tinggi. Mar dalam bahasa indonesia disebut imbuhan Ber yang berfungsi sebagai pembentuk kata sifat. Sedangkan Hula-hula artinya adalah keluarga laki-laki dari pihak marga istri. Jadi pengertian umumnya "Somba Marhula-hula" adalah hormat kepada keluarga laki-laki dari pihak istri.

Contohnya jika istri Anda adalah boru Pasaribu, maka secara umum semua laki-laki yang bermarga Pasaribu Anda panggil hula-hula dan disebut sebagai hula-hula Anda.

Sehingga implementasi dari Somba Marhula-hula adalah Kita harus menghormati abang atau adik laki-laki dari Istri kita, dan secara umum laki-laki bermarga Pasaribu.


2. Manat Mardongan Tubu = Hati-hati Keapda Saudara Laki-Laki

Manat dalam bahasa Indonesia artinya hati-hati. Mardongan = berteman. Tubu = lahir, yang diumpamakan sebagai Sabutuha atau Semarga.

Batak

Jadi jika digabung menjadi "Manat Mardongan Tubu" diartikan jadi hati-hati kepada saudara laki-laki satu marga atau saudara semarga kita. Sebagai gambaran dongan tubu adalah abang dan adik laki-laki kita.

Jika implementasikan dari Manat Mardongan Tubu yaitu kita harus saling menolong, saling menopang, saling berdekatan kepada abang atau adik/saudara laki-laki kita semarga, harus bijaksana kepada saudara semarga. Sesama saudara semarga harus terjalin hubungan tali persaudaraan yang erat. Jangan sampai terjadi gesekan atau pertikaian antara saudara laki-laki semarga.


3. Elek Marboru

Pengertian Elek dalam Bahasa Indonesia adalah BUJUK, melindungi, mengasihi, mengayomi. Sedangkan Boru artinya wanita atau wanita/perempuan. Budaya Batak

Jadi, Elek marboru artinya sikap membujuk/mengayomi/mengasihi wanita.

Ringkasnya, kita harus mengayomi setiap wanita, jangan sampai menyakiti perasaan hati setiap wanita, baik wanita kecil maupun tua, bahkan anakmu perempuan maupun anak perempuan orang lain. 

Di dalam adat batak setiap Pria pada hakikatnya memiliki 3 status yang berbeda menurut tempat maupun adat.

Contohnya: 

Jika anak dari saudara perempuan kita menikah maka posisinya sebagai Hula-hula

Jika marga dari istri kita mengadakan pesta adat, maka posisi kita sebagai boru

Jika teman Semarga kita melakukan pesta adat maka posisi kita adalah sebagai Dongan Tubu.

Jadi istilah Dalihan Na Tolu sangat melekat dan harus dilaksanakan pada diri setiap orang Batak.

Dalihan Na Tolu menjadi filosofi kedua yang harus dimiliki oleh setiap orang batak setelah keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut agama yang dianut.

Maka selaku orang batak, dalam menjalani kehidupan sosial bermasyarakat  seyogianya harus memiliki prinsip hidup ber-dalihan natolu. 

Dalihan natolu bisa membawa keharmonisan dan kerukunan bagi hubungan antar sesama manusia, khususnya dalam linkungan Adat Batak.

-------------------------------------------

Share:

Mengenal Suku Batak Secara Mendalam

Nama Suku Batak sangat kerap dihubungkan dengan nama Toba, hal itu terjadi karena suku Batak dominan mendiami wilayah di sekitaran Danau Toba. Tapi faktanya suku Batak bukan hanya berkaitan dengan Toba saja, akan tetapi masih ada Batak lainnya seperti Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, Mandailing dan Angkola. Ada 6 sub etnis suku Batak yang membuat suku Batak masuk dalam deretan suku terbesar di Indonesia, nomor 2 setelah suku Jawa. Batak

Agar tidak lagi penasaran dengan suku Batak ini, maka berikut ada beberapa penjelasan yang bisa kamu simak untuk mengenal lebih mendalam seperti apa sebenarnya suku Batak sebagai suku no 2 terbesar di Nusantara.

Jika kita menilik mengenai sejarah suku Batak, ada banyak perbedaan pendapat mengenai asal nenek moyang suku Batak di daerah Sumatra Utara. Pendapat pertama, suku Batak termasuk salah satu suku yang berbahasa Austronesia, akan tetapi tidak diketahui kapan mulanya nenek moyang pertama orang Batak datang ke tanah Sumatra, khususnya Sumatera-Utara.

Ada satu bukti sejarah yang menunjukkan jika orang-orang yang menggunakan bahasa Austronesia telah melakukan migrasi dari Filipina ke wilayah Indonesia kira-kira 2.500 tahun silam atau zaman batu muda. Akan tetapi tidak adanya bukti artefak zaman batu muda di wilayah masyarakat suku Batak, maka dibuat dugaan jika nenek moyang suku Batak baru melakukan migrasi ke Indonesia pada zaman logam.

Selain pendapat diatas, ada lagi yang berpendapat lain terkait sejarah nenek moyang suku Batak masuk ke wilayah Indonesia terutama Sumatra-Utara. Beberapa sejarawan berpendapat jika suku Batak berasal dari Indochina, Mizoram, Formosa, bahkan ada yang menyimpulkan jika suku Batak adalah bagian dari 10 suku yang hilang dari Israel.


Kepercayaan dan Agama Suku Batak

Sebelum datangnya agama Islam ke Indonesia, Agama Kristen, dan Katolik menyebar ke wilayah Batak, masyarakat suku Batak sudah menganut kepercayaan yaitu Agama Parmalim yang dipercayai mempunyai kekuatan dan kekuasaan di atas langit. Kemudian, dalam kepercayaan terhadap roh, masyarakat suku Batak juga mengenal akan 3 konsep yang disebut dengan Tendi/Tondi, Sahala, dan Begu. Budaya Batak

Tendi/Tondi adalah roh yg mempunyai kekuatan untuk memberikan nyawa kepada para manusia. Hampir semua orang atau umat manusia mempunyai Tondi/Tendi menurut masyarakat suku Batak. Jenis roh berikutnya adalah Sahala yang mana tidak bisa dimiliki oleh semua orang seperti Tendi.

Sahala merupakan kekuatan yang hanya dimiliki orang tertentu seperti para raja dan pemimpin.  Lalu ada Begu yang mana merupakan roh orang yang sudah meninggal. Menurut kepercayaan masyarakat suku Batak, Roh/begu hanya muncul di malam hari dan konon juga mempunyai tingkah laku yang sama dengan manusia.


Masuknya Agama Luar Menggeser  Kepercayaan Asli Orang Batak

Dengan masuknya agama Kristen di tanah Batak yang bermula ketika misionaris asal Inggris yang bernama Richard Burton dan Nathaniel Ward melakukan perjalanan kaki dari Sibolga ke pedalaman Batak di tahun 1824. Mereka mulai melakukan observasi pada masyarakat Batak tersebut.

Berkelanjutan terus, dan banyak misionaris baptis yang bergantian datang ke wilayah Batak salah satunya Dr. Ludwig Ingwer Nommensen yang datang di tahun 1881. Beliau adalah misionari dari Jerman yang ikut menerjemahkan Kitab  Perjanjian Baru ke bahasa Batak. Kitab Perjanjian Lama kemudian juga mulai diterjemahkan dalam bahasa Batak oleh P. H. Johannsen di tahun 1891. Dari proses penerjemahan tersebut, mulai banyak masyarakat Batak yang memeluk agama Kristen.

Beda hal dengan Kristen yang sudah menyebar cukup lama di daerah Batak, penyebaran Katolik di Batak baru mulai pada tahun 1934-1935. Di masa ini pula, masyarakat Batak Toba, Simalungun, Karo, Pakpak, dan Simalungun sudah banyak yang memeluk agama Kristen. Bahkan, agama Kristen juga dijadikan sebagai identitas budaya dari masyarakat Batak.

Sementara agama Islam di wilayah Batak, baru menyebar cukup luas ketika pedagang dari Minangkabau yang membawa dan menyebarkan agama tersebut. Padahal kenyataannya, agama Islam sebenarnya sudah pernah masuk di wilayah Batak dengan bukti bahwa Ibn Battuta telah mengislamkan Sultan Al Malik Al Dhahir di tahun 1345.

Suku Batak

Pada abad 19, terjadi Perang Paderi yang membuat pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan proses pengislaman besar-besaran. Selain pengaruh dari masyarakat Minangkabau, penyebaran agama Islam juga didukung oleh peran Kerajaan Aceh dan kerajaan Melayu.


Adat dan Kebudayaan Batak

Setelah mengenal mengenai sejarah masuknya masyarakat Batak ke wilayah Sumatra hingga kepercayaan dan agama yang dianut, kebudayaan dari masyarakat Batak juga tak kalah penting untuk diketahui. Buat kamu yang penasaran dengan jenis-jenis kebudayaan yang dimiliki oleh suku Batak, berikut kamu bisa menyimak selengkapnya.

Mangulosi

Kain ulos dikenal sebagai kain khas dari masyarakat Batak yang sudah cukup mendunia. Dalam budaya Batak, terdapat upacara adat khusus yang berhubungan dengan kain ulos tersebut yaitu Mangulosi.
Ritual ini adalah bentuk pemberian ulos sebagai lambang kehangatan dan berkat kepada seseorang yang menerima ulos. Biasanya, Mangulosi akan diberikan oleh orang tua kepada anaknya ketika anak tersebut baru lahir, saat anak melakukan upacara pernikahan, dan saat meninggal dunia.

Manortor dan Margondang

Kebudayaan Batak satu ini berupa tari-tarian adat yang dipentaskan dengan iringan musik Gondang. Ritual tari ini termasuk dalam ritual yang berbau mistik dan erat hubungannya dengan pemujaan terhadap dewa-dewa. Dalam pementasannya, Tortor dan Gondang memang tidak bisa dipisahkan sehingga dalam penyebutannya pun harus digabung sebagai Manortor dan Margondang.


Dalihan Natolu

Masyarakat suku Batak mengenal 3 bagian kekerabatan yang tercermin dalam Dalihan Natolu (tungku tempat memasak). Tungku memasak tersebut harus bisa berdiri dengan baik oleh karenanya ditopang oleh 3 batu dengan jarak dan tinggi yang sama. Dalam 3 batu tersebut menggambarkan 3 bagian kekerabatan yaitu Somba Marhulahula (hormat kepada keluarga istri), Elek Marboru (sikap mengayomi wanita), dan Manat Mardongan Tubu (bersikap hati-hati dengan teman semarga).


Umpasa

Umpasa adalah jenis budaya lisan yang menyerupai pantun. Dalam pelantunannya, Umpasa diucapkan dengan tujuan untuk menyampaikan bentuk harapan dan keinginan. Biasanya Umpasa akan dilantunkan di saat upacara adat.


Mangalahat Horbo

Satu lagi jenis upacara adat yang ada dalam masyarakat suku Batak yaitu Mangalahat Horbo yang ditujukan untuk menyucikan diri dari segala dosa. Upacar ini dilaksanakan dengan mengorbankan kerbau jantan yang diikat pada borotan atau tiang. Borotan tersebut diletakkan di bagian tengah tempat pelaksanaan upacara. Mangalahat Horbo didasarkan pada kepercayaan masyarakat suku Batak pada Mulajadi na Bolon (pencipta alam semesta).

Sekian ulasana untuk penjelasan mengenai sejarah suku Batak yang ternyata mempunyai kebudayaan yang beragam dan khas, semoga bermanfaat buat generasi muda Batak.

Share:

Asal Usul Nenek Moyang Suku Batak

 Ada banyak versi yang mengulasa tentang asal usul nenek moyang Suku Batak. Kali ini kita akan bahas mengenai tanggapan dan pendapat Guru Besar Sosiologi-Antropologi Universitas Negeri Medan (Unimed), yaitu: Prof DR Bungaran Antonius Simanjuntak. Dalam tulisannya yang berjudul “Orang Batak dalam Sejarah Kuno dan Moderen”. Dalam seminar yang digagas DPP Kesatuan Bangso Batak Sedunia (Unity Of Bataknese In The World) di Medan beberapa waktu lalu, dengan menghadirkan Dr Thalib Akbar Selian MSc (Lektor Kepala/Research Majelis Adat Alas Kabupaten Aceh Tenggara), Drs S Is Sihotang MM (mantan Bupati Dairi), dan Nelson Lumban Tobing (Batakolog asal Universitas Sumatera Utara).

Dari hasil penelitian yang dilakukan Prof DR Bungaran Antonius Simanjuntak, mengulas mengenai perjalanan nenek moyang suku batak, bermula dari dataran pegunungan di Utara Tibet, Khmer Kamboja, Thailand, hingga Tanah Gayo di Takengon, Aceh, ternyata nenek moyang Bongso Batak menurutnya berasal dari keturunan suku Mansyuria dari Ras Mongolia. Nenek moyang orang Batak berasal dari keturunan suku Mansyuria (Manchuria) yang hidup di daerah Utara Tibet sekitar 7.000 tahun lalu. Pada masa itu, nenek moyang orang Batak diusir oleh suku Barbar Tartar dari tanah leluhurnya di Utara Tibet. Pengusiran itu menyebabkan suku Mansyuria bermigrasi ke pegunungaan Tibet melalui Tiongkok (China). Dari peristiwa migrasi di pegunungan Tibet tersebut dapat ditemukan sebuah danau dengan nama Toba Tartar. Suku Mansyuria memberikan nama danau itu untuk mengenang peristiwa pengusiran mereka oleh suku Barbar Tartar. Asal Usul Nenek Moyang Suku Batak

Setelah dari pegunungan Tibet, suku Mansyuria turun ke Utara Burma atau perbatasan dengan Thailand. Di sini, suku Mansyuria meninggalkan budaya Dongson. Yakni sebuah kebudayan asli suku bangsa ini yang mirip dengan budaya Batak yang ada sekarang ini. Tak bertahan lama di wilayah itu, suku Mansyuria yang terus dikejar-kejar suku Barbar Tartar kembali bergerak menuju arah Timur ke Kamboja, dan ke Indocina. Dari Indocina, suku Mansyuria berlayar menuju Philipina, kemudian ke Sulawesi Utara, atau Toraja (ditandai dengan hiasan kerbau pada Rumah Adat Toraja). Kemudian mereka turun ke Tanah Bugis Sulawesi Selatan (ditandai dengan kesamaan logat dengan orang Batak), dan mengikuti angin Barat dengan berlayar ke arah Lampung di wilayah Ogan Komering Ulu, dan akhirnya naik ke Pusuk Buhit, Danau Toba.

Saat berlayar dari Indocina, sebagian suku Mansyuria melewati Tanah Genting Kera di Semenanjung Melayu. Dari sini, mereka berlayar menuju Pantai Timur Sumatera, dan mendarat di Kampung Teluk Aru di daerah Aceh. Dari Teluk Aru ini, suku Mansyuria yang terus bermigrasi itu naik ke Tanah Karo, dan kemudian meneruskan perjalanan hingga sampai ke Pusuk Buhit.

Penerus keturunan suku Mansyuria yang kemudian menjadi nenek moyang orang Batak ini terus berpindah-pindah karena mengikuti pesan dari para pendahulunya bahwa untuk menghindari suku Barbar Tartar, maka tempat tinggal harus di wilayah dataran tinggi. Tujuannya agar gampang mengetahui kehadiran musuh. Fakta ini diketahuinya dan dibuktikan langsung melalui penelitian bersama dua rekannya dari Belanda dan Thailand. Pembuktian tentang asal usul nenek moyang orang Batak juga diperkuat melalui sejumlah literatur. Antara lain, Elizabeth Seeger, Sejarah Tiongkok Selayang Pandang, yang menegaskan nenek moyang orang Batak dari Suku Mansyuria, dan Edmund Leach (Rithingking Anhtropology ) mempertegas hubungan vertikal kebudayaan Suku Mansyuria dengan Suku Batak.

Dari kajian literatur itu, generasi penerus suku Mansyuria tidak hanya menetap di Pusuk Buhit, tapi juga di wilayah Barus, dan sebagian lagi menetap di Tanah Karo. Lama perjalanan migrasi suku Mansyuria dari tanah leluhur di Utara Tibet hingga keturunananya menetap di Pusuk Buhit, Barus dan Tanah Karo, sekitar 2.000 tahun. Sehingga situs nenek moyang orang Batak di Pusuk Buhit, diperkirakan telah berusia 5.000 tahun. Fakta ini diketahui melalui penemuan kerangka manusia purba di sekitar Takengon di daerah Gayo yang menunjukkan bahwa peninggalan manusia itu ada hubungannya dengan Budaya Dongson yang mirip budaya Batak.

bataks

Dari sejumlah literature itu, budaya Dongson bisa diidentikkan dengan sikap kebudayaan mengenang (Kommemoratif) kebiasaan dan warisan nenek moyang yang wajib dilakukan oleh generasi penerus keturunan kebudayaan ini. Budaya seperti ini, masih diterapkan secara nyata oleh orang Batak, terutama dalam rangka membangun persaudaraan horizontal/global. Yakni hula hula/kalimbubu/tondong harus tetap dihormati, walau pun keadaan ekonominya sangat miskin. Demikian pula kepada boru, walau pun sangat miskin, juga harus tetap dikasihi. Prinsip kebudayaan Kemmemoratif seperti sejak dahulu hingga kini masih terpiliharan dan tetap dijaga kelestariannya oleh suku Batak.

Salam Khas Batak

Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola dan Batak Mandailing. Tiap puak Batak memiliki salam khasnya masing masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, namun masih ada dua salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni Mejuah juah dan Njuah juah. Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing masing berdasarkan puak yang menggunakannya. Batak

1. Pakpak “Njuah-juah Mo Banta Karina!” 2. Karo “Mejuah-juah Kita Krina!” 3. Toba “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!” 4. Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!” 5. Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!”

Kekerabatan Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada.

Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah.

Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi agar kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat. Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan Adat.

Falsafah dan Sistem Kemasyarakatan Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak Toba disebut Dalihan na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu menurut keenam puan batak: 1. Dalihan Na Tolu (Toba) • Somba Marhula-hula • Manat Mardongan Tubu • Elek Marboru

2. Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola) • Hormat Marmora • Manat Markahanggi • Elek Maranak Boru

3. Tolu Sahundulan (Simalungun) • Martondong Ningon Hormat, Sombah • Marsanina Ningon Pakkei, Manat • Marboru Ningon Elek, Pakkei

4. Rakut Sitelu (Karo) • Nembah Man Kalimbubu • Mehamat Man Sembuyak • Nami-nami Man Anak Beru

5. Daliken Sitelu (Pakpak) • Sembah Merkula-kula • Manat Merdengan Tubuh • Elek Marberru

Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap orang harus menempatkan posisinya secara kontekstual.

Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan berarti orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru. 

Konten ini dikutip dari Kompasiana. com dengan judul "Nenek Moyang Bangso Batak dari Suku 

Share:

Sejarah Dan Kebudayaan Batak Sumatera

Batak adalah nama salah satu suku di Indonesia dan merupakan etnis dengan populasi terbesar kedua setelah Suku Jawa. Suku Batak merupakan kelompok masyarakat yang sebagian besar bermukim di Pantai Barat dan Pantai Timur provinsi Sumatera Utara.

Suku Batak terbagi menjadi 6 sub suku atau rumpun, yaitu "Suku Batak Toba, Angkola, Karo, Mandailing, Pakpak dan Simalungun". Namun sub etnis yang paling terkenal adalah Suku Batak Toba, sehingga banyak yang mengira bahwa hanya Suku Batak Toba yang dianggap sebagai Suku Batak padahal bukan.


Sejarah Dan Asal-Usul Suku Batak

Etnis Batak merupakan suku tua di Indonesia. Namun karena keterbatasan catatan dan literatur menjadikan sejarahnya dan asal-usulnya sulit untuk ditelusuri. Belum ada bukti pasti kapan pertama kali nenek moyang orang Batak mulai mendiami Sumatera.

Namun ada sejarahwan dan arkeologi yang menyatakan bahwa orang Taiwan berpindah ke Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun yang silan, yakni pada zaman "Neolitikum" atau zaman batu muda. Tapi  karena tidak ada bukti yang ditemukan tentang keberadaan Suku Batak dari masa tersebut, maka disimpulkan bahwa nenek moyang Suku Batak datang dan pindah ke Tapanuli pada masa setelah itu, yaitu pada masa logam.

Karena sulitnya mencari bukti sejarah maka hingga kini masih banyak perdebatan mengenai sejarah dan asal usul Suku Batak. Ada beberapa kemungkinan mengenai leluhur suku Batak berasal dari Pulau Formosa ( Taiwan ) bisa juga berasal dari kawasan Indochina, Mongolia, atau Mizoram.


Suku Batak Mulai Dikenal di Nusantara

Etnis atau suku Batak adalah gabungan dari beberapa suku yang ada di Sumatera Utara. Mulai dikenal di nusantara setelah terbentuknya organisasi batak pertama pada jaman penjajahan Belanda yaitu Jong Batak, dibentuk tahun 1926. "Jong Batak adalah perkumpulan pemuda asal Toba, Simalungun, Karo, Angkolo, Mandailing dan Pakpak. Sejarah Batak


Sebelumnya itu, di Sumatera Utara tidak terdapat sebuah kesatuan suku seperti ini. Hingga abad ke-19 hubungan yang terjalin antar sesama lebih kepada hubungan antar individu, serta ada pula hubungan antar kampung dan antar kekerabatan.

Masyarakatnya belum merasa perlu untuk terikat secara kelompok yang lebih besar. Banyak orang berasumsi, pendudukan kolonial di nusantara adalah alasan yang membuat masyarakat Sumatera Utara lebih memiliki rasa dan keinginan untuk bersatu.

Oleh karena itu, sangat menakjubkan bahwa saat ini Suku Batak dikenal sebagai salah satu etnis bangsa yang sangat kuat dan terjalin ikatan erat antara satu dengan yang lain.

batak


Kepercayaan Suku Batak

Saat ini, mayoritas Suku Batak memeluk agama Kristen Protestan. Namun jauh sebelum mereka mengenal agama ini, orang-orang Batak menganut sistem kepercayaan tradisional. Mereka memiliki sosok yang dianggap sebagai dewa tertinggi, bernama Mulajadi na Bolon.

1. Tendi

Tendi atau disebut dengan Tondi adalah roh atau jiwa seseorang bermakna kekuatan. Tendi memberi kekuatan pada manusia dan telah dimiliki seseorang sejak di dalam kandungan sang ibu. Jika Tendi meninggalkan tubuh seseorang, maka orang tersebut akan meninggal. Saat itulah harus diadakan upacara untuk menjemput Tendi atau upacara adat menjemput jiwa.

2. Sahala

Sahala adalah bentuk kekuatan yang dimiliki oleh seseorang, akan tetapi tidak semua orang bisa memiliki Sahala. Sahal juga disebut dengan nama lain Sumanta. Sumanta merupakan kesaktian yang biasanya dimiliki oleh raja.

3. Begu

Begu adalah jiwa atau Tendi orang yang telah meninggal. Masyarakat Batak percaya bahwa Begu mempunyai tingkah laku dan kebiasaan seperti manusia, tetapi hanya muncul di malam hari.

Falsafah Hidup Orang Batak

Setiap suku pasti memiliki falsafah atau pandangan hidup untuk mengontrol perilaku setiap masyarakatnya agar tercipta sistem sosial yang baik. Sama halnya dengan etnis Batak, mereka dikenal memiliki beberapa nilai budaya, antara lain:

1. Hagabeon

Hagabeon bermakna harapan memiliki keturunan yang baik dan panjang umur. Jika berumur panjang, maka seseorang dapat menikahkan anak cucu mereka, sehingga bisa menyaksikan langsung anak cucunya tumbuh dan hidup dengan baik. Bagi Suku Batak memperoleh keturunan adalah keberhasilan dalam pernikahan.

Anak laki-laki dianggap sangat istimewa. Dalam adat kuno Batak bahkan ada aturan untuk memiliki anak sebanyak 33 dengan anak laki-laki berjumlah 17 orang dan anak perempuan sebanyak 16 orang. Namun seiring dengan perkembangan jaman, aturan ini pun tidak dipergunakan lagi.

Memiliki anak saat ini bukan tergantung dari kuantitas, namun kualitas. Memberikan pendidikan dan keterampilan yang baik pada anak dianggap lebih penting.

2. Uhum dan Ugari

Uhum berarti hukum, sementara Ugari berarti kebiasaan. Bagi masyarakat Batak, hukum harus ditegakkan dengan adil. Keadilan dapat terwujud jika masyarakat melakukan kebiasaan untuk tetap setia memegang janji.

Jika mengingkari sebuah kesepakatan, sesuai adat Batak di masa lalu maka orang tersebut akan menerima sanksi adat. Orang yang melanggar kesepakatan akan dianggap tercela. Oleh karena itu, Uhum dan Ugari sangat penting dalam kehidupan masyarakat Batak.

3. Hamoraon

Hamoraon adalah nilai budaya yang bermakna kehormatan. Kehormatan yang dimaksud adalah keseimbangan antara materiil dan spiritual. Seseorang harus memiliki kedua hal tersebut, misalnya kekayaan dan sikap baik hati terhadap sesama, barulah seseorang dianggap memiliki kehormatan yang sempurna. Jika hanya salah satu, maka tidak lengkap dan belum mencapai Hamoraan.

4. Pengayoman

Pengayoman mempunyai makna sebagai pelindung atau pengayom. Falsafah hidup pengayoman mengajarkan agar setiap individu bisa menjadi pengayom bagi orang di sekitarnya. Oleh sebab itu, masyarakat Batak diajarkan untuk tidak bergantung pada orang lain. Nilai ini mengajarkan bahwa orang Batak agar hidup mandiri dan tidak selalu mengandalkan orang lain.

5. Marsisarian

Marsisarian adalah nilai untuk menjaga keseimbangan hubungan antar manusia. Setiap manusia adalah individu yang berbeda, maka dalam kehidupan bermasyarakat, nilai Marsisarian sangat diperlukan agar umat manusia dapat hidup berdampingan secara harmonis, meski terdapat banyak perbedaan di antara mereka.

Nilai Marsisarian mengajarkan masyarakat Batak untuk saling membantu, mengerti, dan menghargai. Dengan begitu maka mereka akan menghormati antar sesam, sehingga konflik pun dapat dihindari.

Share:

Cari DI Blog Ini

Halak hita marsada, dang tumagon halak adong dope hita

BERITA POPULER

Arsip Blog